Menurut ulama-ulama Islam kontemporer, seperti
Muhammad Usman Najati dan Azzahrani, Al Qur’an menyebut mimpi dalam dua tema,
yaitu ru’ya dan adghatsu ahlam (mimpi yang sulit ditakwil). Terkadang ru’ya
merupakan mimpi yang bisa menyingkap misteri alam ghaib atau kejadian yang
bersifat futuristik. Ru’ya juga muncul dalam manifestasi berupa perintah yang
harus diemban oleh orang yang bermimpi tersebut. Sedangkan adghatsu ahlam
merupakan mimpi yang sulit ditafsirkan. Hal yang terakhir inilah yang kemudian banyak
digarap psikologi modern, karena mimpi ini terklasifikasi sebagai tammpilan
yang berupa symbol-simbol, lambang, sandi-sandi, yang itu semua mesti
dijabarkan dalam analisa mendalam.
Al Qur’an, sebagai kitab paripurna, mengisahkan
banyak sekali ru’ya yang menimpa para nabi. Misalnya tentang ru’ya nabi Ibrahim
AS, yang akhirnya sebab ru’ya itulah tiap tahun kita bersama-sama merayakan
idul adha. Hal ini tertera dalam surah Ash-Shafat ayat 102-105.
Psiklologi mimpi dalam Islam punya relasi yang
luas dan komperhensif namun sarat ilmu, iman, dan amal. Bagaimana hanya dari
sebuah tayangan ketika kita tidur itu, Islam kemudian menariknya menjadi
landasan tauhid. Mimpi tidak terjadi dengan sendirinya, mimpi juga bukanlah
semata-mata aktivtas inderawi, pengendapan cita-cita, logika sederhana, yang
dijelaskan Goddert dan Freud, karena sekalipun mimpi itu hasil jebakan syetan,
tak satupun detik yang bergulir terjadi tanpa izin Allah.
Karena itu, sudah sepatutnya manusia mengingat
bahwa hidup itu sebentar dan setiap kaki yang melangkah amat dekat sekali
dengan kematian. Dari sini, kita juga patut menjabarkan bahwa mimpi memiliki
kedua sayap dari satu tubuh yang sama, saling kontras tapi berdekatan, yakni
kehidupan dan kematian. Karena bermula dari sebuah mimpi laki-laki mukmin
dinyatakan baligh untuk menghirup relung-relung insani sebagai hamba yang
lengkap dengan tugas-tugas imaninya di depan.
Dan dibalik itu dari sebuah mimpi dan aktivitas
tidur, ternyata manusia dekat sekali dengan kematian. Karena banyak pula
saudara kita yang dari tidurnya justru menjadi jalan untuk kembali ke Sang
Pencipta. Alangkah meruginya jika rasio kita tidak bisa menangkap hal Ini bahwa
pikiran dan ruh kita betul-betul tergenggam olehNya, terlebih dalam tidur.
Dan kita sebagai yang mengaku mukmin, kadang
tidak menyadari bahwa dunia adalah media jebakan semata dan momentum ujian
keimanan dari Allahu Ta’ala. Tidak ada yang “gratis” dalam hidup ini semuanya
ada bayaran menjadi iman atau kufur, termasuk lewat mimpi. Terserah kita
memilih yang mana. Wallahua’lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar