1. Memiliki Perilaku Sosial yang
Menyimpang
Melalui ayat-ayatnya, al-Quran memaparkan semua
bentuk perilaku buruk Bani Israel terhadap bangsa lain, terhadap nabi-nabi
mereka dan terhadap diri mereka sendiri. Mereka sampai berani mengucapkan
kata-kata yang tidak pantas untuk Allah. Al-Quran merekam perkataan dan
perilaku buruk mereka ini, "Orang-orang Yahudi berkata, 'Tangan Allah
terbelenggu'. Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang
dilaknat sebab apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi
kedua tangan Allah terbuka. Dia menafkahkan sesuai kehendak-Nya. Dan al-Quran
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan
dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Kami telah timbulkan permusuhan
dan kebencian di antara mereka sampai hari Kiamat. Setiap mereka menyalakan api
peperangan, Allah memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi.
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Ma'idah:
64)
Demikianlah, mereka mengatakan bahwa Allah bodoh
dan hina. Mereka berkata, "Sesungguhnya Allah itu miskin dan kami adalah
kaya." Mereka juga mengatakan bahwa tangan Allah itu terbelenggu. Karena
ucapan-ucapan itu, Allah menghukum mereka dengan menimpakkan sifat-sifat buruk
sesuai dengan ucapan mereka, Allah melaknat dan mengusir mereka dari
rahmat-Nya. "Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah
yang dilaknat sebab apa yang telah mereka katakan itu." (QS. Al-Ma'idah: 64)
Kemudian Allah meluruskan penggambaran buruk ini dan memberikan sifat Zat-Nya
dengan sifat-sifat mulia. Ia melimpahkan banyak karunia-Nya kepada hamba-Nya.
l02) "(Tidak demikian), tetapi kedua tangan Allah terbuka. Dia mendermakan
sesuai kehendak-Nya." (QS. Al-Ma'idah: 64)
Kemudian Allah mengarahkan firman,Nya kepada
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam : "Dan al-Quran yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah kedurhakaan dan kekafiran
bagi kebanyakan di antara mereka." (QS. Al-Ma'idah: 64) Ayat ini
menceritakan tentang kebekuan jiwa orang-orang Yahudi yang semakin kafir,
durhaka dan sombong, ketika mereka mendengar ayat-ayat Allah turun. Karena
mereka tahu bahwa ayat-ayat tersebut adalah benar-benar firman Allah, dan bahwa
ayat-ayat tersebut membongkar semua rahasia penyimpangan dan kebencian mereka
terhadap kaum muslim, yang selama jni mereka senibunyikan di dalam jiwa mereka.
1O3) Demikianlah, ketika mereka mendengar ayat-ayat baru, mereka semakin keras
hati dan, benci kepada al-Quran dan Nabi Muhammad. Kemudian Allah berfirman,
"Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai
hari Kiamat." (QS. Al-Ma'idah: 64) Inilah kebenaran ungkapan al-Quran
tentang perilaku sosial Yahudi yang sakit. Bahkan, di antara mereka sendiri,
selalu terjadi perselisian, permusuhan dan kebencian yang tidak akan berakhir
sampai datangnya hari Kiamat. 1O4) Memang, sekarang ini, orang-orang Yahudi,
nampak tengah bersatu, saling tolong-menolong membangun dan memperkokoh entitas
mereka di tanah Palestina. Namun, fenomena tersebut tidak menggambarkan hakikat
yang sesungguhnya. Dalam hal ini, kita hendaknya tidak terpaku pada satu
fenomena. Kita juga perlu melihat kejadian-kejadian lampau yang telah dilalui
orang-orang Yahudi. Sejak seribu empat ratus tahun yang lalu, yakni pada saat
kemunculan Islam, dan bahkan sebelum kemunculan Islam, orang-orang Yahudi sudah
terlibat dalam permusuhan, kehinaan, keterlunta-luntaan dan pertikaian. Catatan
sejarah ini semakin menegaskan makna ayat-ayat di atas. Masa depan mereka,
tentu, tidak akan jauh berbeda dengan masa lalu mereka. Setidaknya, jika kita
lihat perkembangan sosial-politik nasional Israel akhir-akhir ini. Meskipun
tidak nampak jelas, tersembunyi di balik perjalanan sejarah bersama mereka,
kita lihat banyak perselisihan terjadi antara Partai Likud melawan Partai
Buruh, kelompok sekuler melawan kelompok agama, Yahudi Barat Ashkenazim melawan
Yahudi Sefardim Timur. Akan tetapi pertentangan ini tidak nampak jelas,
tersembunyi, di balik perjalanan sejarah bersama mereka.
"Setiap kali mereka menyalakan api
peperangan, Allah memadamkannya." (QS. Al-Ma'idah: 64) Ini adalah
kebenaran al-Qur'an lainnya, mengetengahkan analisa yang jujur atas kepribadian
Yahudi yang menakjubkan dalam peperangan. Orang-orang Yahudi adalah orang-orang
yang menyukai peperangan. Namun mereka bukanlah bangsa pahlawan, pemberani
ataupun kesatria. Dalam sejarah, mereka dikenal sebagai bangsa yang pengecut.
Dengan ungkapan yang indah, ayat di atas menjelaskan bagaimana mereka terlibat
dalam sebuah peperangan: menyulut api konflik. Mereka mengobarkan peperangan
antara dua pihak, sedangkan mereka lari dari peperangan tersebut. Yang menyulut
perang bukan pihak yang berperang. Yang menyulut api bukanlah orang yang
dibakar. Mereka menyulut api untuk orang lain, agar orang lain menjadi arang.
Mereka menyulut api untuk orang lain, agar terbakar dan mereka menyaksikannya.
Setiap kali apinya melemah, mereka mengumpulkan kayu bakar dan menyulutkannya
kembali. Demikianlah perilaku orang-orang Yahudi: merencanakan peperangan bagi
orang lain. Kalimat "kullama" (setiap kali) dalam ayat di atas (QS.
Al-Ma'idah: 64) menunjukkan kontinuitas perilaku Yahudi dalam menyulut api
konflik dan peperangan di antara manusia. Sejarah Yahudi dulu dan sekarang
adalah bukti kuat kebenaran al-Quran. lO5)
Tentang Bani Israel, Allah
berfirman,"Permusuhan antar sesama mereka sangat hebat. Kamu kira mereka
itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah." (QS. Al-Hasyr: 14) Sekali
lagi al-Quran menegaskan permusuhan, kebencian dan pertentangan yang terjadi di
antara kelompok-kelompok masayarakat Yahudi. Pertentangan yang terjadi antar
mereka, juga pertentangan mereka dengan tetangga mereka, adalah watak yang
tidak dapat dipisahkan dari mereka sejak roda sejarah mereka dimulai. Penulis
perlu garis bawahi, maksud pertentangan di sini bukan pertentangan antar mazhab
keagamaan ataupun antar aliran politik yang biasa terjadi di dalam kehidupan
berbangsa.
Abb"as al-Aqqad, dalam bukunya
"Ash-Shahyuniyah wa Qadhiyah Falesthin" (Zionisme dan Persoalan
Palestina), mengatakan, "Sikap memusuhi yang dimiliki orang Yahudi
tersebut disebabkan oleh kesalahan dalam proses pembentukan bangun sosial
mereka. Laju proses tersebut terhenti secara dini, yang mengakibatkan keterhambatan
proses evolusi mereka dari suku primitif menjadi umat berperadaban. Kendatipun
tingginya tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai, mereka
tidak dapat membebaskan diri mereka dari hubungan kesukuan di antara mereka,
seperti dulu saat hidup nomaden. Sistem kesukuan, dalam pengertiannya yang
sempit, tetap menguasai perkembangan pemikiran sosial mereka. Masalah keimanan,
bagi mereka, adalah masalah darah dan daging, masalah rasial, bukan masalah
hidayah yang dapat dirasakan semua umat manusia." lO6) Atau dengan
pengertian lain - yang kita simpulkan dari ucapan al-Aqqad di atas-agama Yahudi
yang telah diselewengkan ini tidak mampu membentuk masyarakat Yahudi menjadi
sebuah umat atau bangsa, sebagaimana umat atau bangsa lainnya. Komposisi masyarakat
Yahudi yang kemudian terbentuk memberi dampak psikologis buruk dan hubungan
yang tidak harmonis di kalangan mereka dan dengan bangsa-bangsa lainnya.
Selanjutnya al-Aqqad berkata, "Kerancuan
inilah yang membuat mereka asing di setiap lingkungan. Mereka bukanlah suku
badui, namun mereka juga bukan bangsa berperadaban." lO7)
2.Pengecut
Di antara sifat Bani Israel yang kesohor adalah
sifat pengecut. Sifat ini sangat kentara dalam setiap perilaku mereka. Sifat
ini telah mengakar di dalam struktur kejiwaan mereka. Penyebabnya adalah
kecintaan mereka yang sangat terhadap gemerlap dunia dan keengganan mereka
untuk mati. Hal ini telah dijelaskan al-Quran. "Dan sungguh kamu akan
menemukan mereka sebagai manusia yang paling rakus kepada kehidupan (di dunia),
bahkan (lebih rakus lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin
agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan
menjauhkan-nya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 96) Sebagaimana yang digambarkan ayat
tersebut, ambisi terbesar Yahudi adalah hidup di dunia ini selama mungkin.
Ketergantungan seseorang dengan kehidupan duniawi dan kecintaannya untuk tetap
hidup, akan melahirkan sifat pengecut dan hina. Karena manusia, ketika lebih
mencintai kehidupannya, ia tidak akan berani mempertahankan kehormatannya. Ia
akan lebih mengedepankan kehinaan dari pada kematian. Demi kelangsungan
hidupnya, ia rela dicemooh orang. Sejak dahulu, orang-orang Yahudi terkenal
dengan sifat ini. Mereka tidak berani berhadapan dengan musuh-musuh mereka di
medan pertempuran. Mereka cenderung berlindung di benteng-benteng mereka. Ini
adalah cara berperang mereka yang diceritakan al-Quran, "Mereka tiada akan
memerangi kalian dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang
berbenteng atau di balik tembok." (QS. Al-Hasyr: 14) Hakikat ini juga
dipertegas dengan fakta-fakta sejarah seputar peperangan mereka dengan kaum
mukminin. Mereka tidak berperang kecuali dengan berlindung di balik koloni-koloni
mereka yang berbenteng di Palestina. Jika terdesak, mereka akan lari
tunggang-langgang seperti tikus.
Al-Quran menceritakan kisah mereka bersama Musa
a.s., dengan kekerdilan jiwa dan sifat pengecut mereka, ketika mereka
diperintahkan untuk memasuki Tanah Suci. Mereka menolak untuk memasukinya,
meskipun Musa a.s. langsung memimpin mereka. Mereka menampakkan rasa takut
mereka terhadap kematian dan cinta dunia. Mereka tetap menolak untuk memasuki
Tanah Suci. Mereka lebih memilih untuk kembali murtad. "Dan (ingatlah),
ketika Musa berkata kepada kaumnya, 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas
kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian dan dijadikan-Nya
kalian orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum
pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain. Hai
kaumku, masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagi
kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka
kalian menjadi orang-orang yang merugi'." (QS. Al-Ma'idah: 20-21) Dari
ucapan Musa a.s. di atas, kita dapat merasakan bahwa Musa a.s. khawatir mereka
akan melupakan nilai-nilai dan ajaran-ajaran Tuhan yang akan mengantarkan
mereka menuju tanah perdamaian dan pantai keselamatan. Kita menemukan kekhawatiran
Musa a.s. ini melalui peringatan beliau kepada mereka agar ingat akan
nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka. Di antaranya, nikmat
banyaknya nabi dari kalangan mereka yang mengentaskan mereka dari kesesatan dan
melapangkan jalan, nikmat bebas dari perbudakan yang menghinakan derajat
mereka, dan nikmat-nikmat lain yang tidak diberikan kepada bangsa lain di zaman
mereka. Dan Musa a.s. yakin kekhawatirannya akan terjadi, dengan kondisi jiwa
mereka yang rusak dan kecintaan mereka terhadap harta.
Jiwa Bani Israel adalah jiwa yang hina. Rasa
takut, lari dari tanggung jawab dan ingkar janji selalu menghiasi perilaku
mereka. Karena itu, dengan ungkapan yang tidak sopan, mereka berkata kepada
Musa a.s., "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang
gagah perkasa, sesungguhnya kami tidak akqn masuk ke dalamnya sebelum mereka
keluar. Jika mereka keluar, pasti kami akan masuk." (QS. Al-Ma'idah: 22)
Bani Israel tetap menolak untuk masuk ke Tanah
Suci. Al-Quran mengungkapkannya dengan menggunakan kata "lan" (tidak
akan) (QS. Al-Ma'idah: 22) Huruf tersebut digunakan untuk negasi masa depan.
Artinya, mereka tidak akan pernah masuk Tanah Suci, sampai orang-orang itu
keluar meninggalkan Tanah Suci. Tidak seorang Yahudi pun yang berani melawan mereka,
kecuali beberapa gelintir dari mereka yang diberi nikmat kesalehan, keimanan
dan tawakal. Mereka ini mengingatkan orang-orang Yahudi akan kemenangan dan
kemuliaan yang dijanjikan Tuhan, yang dapat diraih hanya dengan masuk ke dalam
gerbang Tanah Suci. Akan tetapi orang-orang Yahudi tidak mau mendengar
peringatan mereka. Mereka tetap menolak berjihad. "Berkatalah dua orang di
antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat
atas keduanya, 'Serbulah mereka melalui pintu gerbang (kota) itu. Bila kalian
masuk ke dalamnya, niscaya kalian akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya
kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman'."(QS.
Al-Ma'idah: 23)
"Prinsip dalam ilmu kejiwaan dan ilmu
peperangan adalah: bulatkan keberanian kalian, dan serbu! Ketika kalian sudah
masuk ke tengah-tengah kota, mereka akan tersentak kaget dan merasa ciut.
Dengan demikian, kalian akan mendapat kemenangan:" 1O8)
Demikianlah, sikap orang-orang Yahudi yang
pengecut dan cinta dunia, ketika mereka dihadapkan pada tanggung jawab. Mereka
melukai hati Musa a.s. dan Harun a.s. dengan kata-kata tidak sopan.
"Mereka berkata, 'Hai Musa, kami tidak akan masuk ke dalamnya
selama-lamanya, selama mereka ada di dalamnya. Karena itu, pergilah kamu bersama
Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua. Sesungguhnya kami hanya duduk menanti di
sini saja'." (QS. Al-Ma'idah: 24) Begitulah orangorang Yahudi
mengungkapkan kelemahan mereka. Mereka memilih untuk tidak bertuhan, jika
mereka dibebani tugas berperang. "Kami hanya duduk menanti di sini
saja." (QS. AlMa'idah: 24). Kami tidak mau kerajaan, kemuliaan, ataupun
tanah yang dijanjikan, selama syarat pencapainnya adalah berhadapan dengan
bangsa barbar tersebut.
Akhirnya Bani Israel meninggalkan Musa dan Harun
berdua tanpa pendukung. Maka Musa pun mengadu kepada Tuhannya akan derita dan
kesedihan yang dirasakannya, setelah perjuangan panjang melelahkan yang ia
lakukan. "Berkata Musa, 'Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku
sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan orang-orang
yang fasik itu'." (QS. Al-Ma'idah: 25) Ia berdoa agar dipisahkan dari
mereka, karena mereka telah berpaling. Ia putus asa dan menyebut mereka sebagai
orang-orang fasik dan durhaka. Seolah-olah ia berdiri di persimpangan jalan dan
berkata, "Selamat tinggal. Aku pergi menghadap Tuhanku!"
Lalu Allah mengabulkan doa Nabi-Nya, dan
menimpakan kepada orang-orang fasik tersebut hukuman yang setimpal. "Allah
berfirman, '(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas
mereka selama empat puluh tahun. (Selama itu) mereka akan berputar-putar
kebingungan di muka bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib)
orang-orang yang fasik itu'" (QS. Al-Ma'idah: 26) Demikianlah akhirnya
Bani Israel dihukum dengan keterlunta-luntaan. Padahal mereka sudah berada di
ambang pintu Tanah Suci, yang dengannya Allah hendak muliakan mereka.. Akan
tetapi mereka melakukan tindakan yang berbuah keburukan, Maka, Allah
mengharamkan Tanah Suci bagi mereka, yang sebelumnya Ia anugerahkan untuk
mereka.
Sayid Quthb berkata,
"Menurut pendapat yang paling kuat
argumennya, pengharaman Tanah Suci hanya berlaku bagi generasi tersebut, sampai
muncul generasi baru yang lebih baik. Generasi yang tumbuh dalam buaian padang
pasir. Generasi yang tidak dirusak oleh kehinaan, perbudakan dan kelaliman di
Mesir. Kehinaan, perbudakan dan kelaliman hanya akan merusak fitrah individu
dan masyarakat." lO9)
Al-Quran menceritakan juga sikap pengecut Bani
Israel ketika menghadapi situasi genting, dan inkonsistensi mereka ketika
dibenturkan dengan kesulitan. "Apakah kamu tidak memperhatikan
pemuka-pemuka Bani Israel sesudah Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada
seorang nabi mereka, 'Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperang
(di bawah pimpinannya) di jalan Allah'." (QS. Al-Baqarah: 246) Setelah
kerajaan mereka hancur, harta kekayaan mereka dirampas, dan mereka terhina di
hadapan musuh-musuh mereka, akidah mereka mulai bangkit lagi di dalam jiwa
mereka. Para pemimpin Bani Israel, yang memiliki kedudukan dan ilmu yang cukup
tinggi, mendatangi nabi mereka, Samuel. Mereka meminta Samuel untuk memilih
seorang raja yang akan memimpin perang melawan musuh-musuh mereka yang telah
merampas kerajaan beserta peninggalan nabi-nabi mereka. Untuk melihat kesungguhan
niat berperang mereka, Samuel bertanya, "Nabi mereka menjawab, 'Jika
kalian nanti diwajibkan berperang, apakah kalian tidak akan berperang?'"
(QS. Al-Baqarah: 246) Yakni, tidakkah kalian akan takut dan lari meninggalkan
peperangan? Kata tanya dengan menggunakan "hal" (apakah) (QS.
Al-Baqarah: 246) di sini menunjukkan bahwa perkiraan tersebut sangat mungkin
dan akan terjadi. llO)
Sayid Quthb berkata,
"Bani Israel menjawab pertanyaan yang
diajukan nabi mereka ini dengan "tidak". Semangat mereka begitu
tinggi dan mereka berkata, "Apa alasan kami tidak mau berperang di jalan
Allah, sedang kami, dan anak-anak kami, telah diusir dari kampung halaman
kami?" (QS. Al-Baqarah: 246) Akan tetapi semangat mereka itu kemudian
memudar di tengah jalan, sebagaimana yang diceritakan dalam kisah: "Maka
tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali
beberapa orang saja di antara mereka." (QS. Al-Baqarah: 246) Di sini
nampak watak Bani Israel yang suka ingkar janji dan lari dari tanggung jawab. Orang-orang
Yahudi tersebut urung maju ke medan perang kecuali beberapa orang yang
benar-benar berpegang teguh pada janji mereka. Mereka adalah tentara yang
keluar bersama Thalut, yang diangkat menjadi raja mereka setelah melalui
perdebatan yang panjang seputar kepantasannya menjadi raja dan kemampuannya
untuk memimpin." lll)
Tentara yang ikut bersama Thalut ini juga tidak
lepas dari ujian. Dan tidak ada yang lulus kecuali beberapa orang yang
berpegang teguh kepada Tuhannya, meneruskan perjalanan bersama Thalut
menghadapi Jalut dan tentaranya. "Maka tatkala Thalut keluar membawa
tentaranya, ia berkata, 'Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan suatu
sungai; barangsiapa yang meminum airnya, maka ia bukan pengikutku. Barangsiapa
tidak meminumnya, kecuali hanya dengan raupan tangan, maka ia adalah
pengikutku.' Kemudian mereka meminumnya, kecuali beberapa orang di antara
mereka." (QS. Al-Baqarah: 249) Ketika berhadapan dengan musuh, pasukan
pilihan ini pun merasa gentar. Mereka berkata, "Sekarang ini kita tidak
cukup kuat untuk menghadapi Jalut dan tentaranya."
Kisah ini menunjukkan sifat pengecut mereka yang
takut menghadapi musuh dalam sebuah pertempuran, padahal mereka sendiri yang
meminta pertempuran tersebut kepada nabi mereka. Tidak seorangpun yang mampu
bertahan kecuali beberapa gelintir di antara mereka. Dan pada hakikatnya, hal
itu bukan sebuah masalah. Sebab besarnya jumlah pasukan bukan jaminan untuk
menang. Sejarah telah membuktikan hal itu. Perang Badar, misalnya. Kemenangan
tidak diraih kaum kafir Quraisy, meski mereka berjumlah banyak. Allah kemudian
menolong Thalut. Dan Daud berhasil membunuh Jalutuz Pada saat itu, Daud adalah
prajurit termuda di dalam pasukan Thalut. 'Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak, dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 249)
Dari pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan
bahwa Thalut, dengan jiwa kepemimpinannya yang tinggi, sengaja melakukan
beberapa ujian dalam hal akidah, ketulusan dan kebulatan tekad, untuk menyaring
pasukannya. Dengan begitu, ia akan mudah membawa pasukannya menghadapi musuh.
3. Gemar Berbuat Makar dan Khianat
Jiwa orang-orang Yahudi adalah jiwa yang dipenuhi
dengan makar, pengkhianatan dan iri dengki. Mereka membenci bangsa-bangsa
selain mereka. Mereka bercita-cita membersihkan seluruh penduduk bumi. Karena
mereka ingin hidup ini menjadi milik mereka sendiri. Sejarah tidak mengenal
orang yang paling cepat mengingkari janji dan lebih dengki dari pada mereka.
Seluruh dunia telah dipenuhi oleh api kedengkian dan makar mereka. Banyak
peristiwa pahit dunia digerakkan oleh tangan-tangan Yahudi secara rahasia.
Al-Quran merekam kisah konspirasi dan
pengkhianatan yang dilakukan anak-anak Yakub terhadap saudara mereka, Yusuf a.s.,
karena dengki yang memenuhi jiwa mereka. Allah berfirman, "(Yaitu) ketika
mereka berkata, 'Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Benyamin) lebih
dicintai oleh ayah kita (ini) daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah
satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang
nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal)
supaya perhatian ayah kalian tertumpah kepada kalian saja, dan sesudah itu
hendaklah kalian menjadi orang-orang yang baik.' Seorang di antara mereka
berkata, 'Jangan kalian bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur
supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kalian hendak
berbuat'." (QS. Yusuf: 8-10)
Yakub a.s. sebenarnya sudah mengetahui kedengkian
terhadap Yusuf yang memenuhi jiwa anak-anaknya ini. Karena itu ia menasihati
Yusuf a.s. agar berhati-hati terhadap mereka. Ia berpesan, "Hai anakku,
jangan engkau ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu. (Jika mereka
tahu,) mereka akan membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagi manusia." (QS. Yusuf: 5) Maka mereka akan
berusaha menghabisimu secara diam-diam yang tidak dapat engkau cegah. 1l3) Dan
benar, pengkhianatan mereka terhadap Yusuf terjadi, sebagaimana yang
diperkirakan Yakub a.s. Mereka melakukan tipu daya dan mengatakan bahwa Yusuf
dimakan srigala.
Kita dapat menyimpulkan dari kisah Yusuf dan
saudarasaudaranya ini, bahwa struktur kejiwaan orang-orang Yahudi memang sudah
mengandung benih makar dan tipu daya sejak dahulu, jauh-jauh hari sebelum masa
Musa a.s. dan Harun a.s . Cacat jiwa ini nampaknya menjadi watak mereka yang
tidak dapat dirubah. Semangat permusuhan terhadap orang-orang saleh dan para
penyeru tauhid dan kebaikan berakar di dalam jiwa mereka. Penyimpangan-penyimpangan
ini semakin bertambah mengakar di dalam struktur kejiwaan dan moral mereka
dengan berlalunya waktu, di bawah tekanan, kehinaan dan perbudakan,
sampai-sampai mereka berani membunuh para nabi mereka dan memanipulasi Kitab
Suci mereka. Pada masa antara Ibrahim a.s. dan Musa a.s., muncul banyak nabi
dan penyeru yang mereka bunuh dan lukai. Mereka tidak meninggalkan seorang
nabipun kecuali menuduh mereka dengan tuduhan-tuduhan keji. Sejarah mengatakan
Bani Israel telah membunuh tujuh puluh nabi dari nabi-nabi mereka. 1l4)
Perhatikanlah firman Allah, "Sesungguhnya
Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israel, dan telah Kami utus kepada
mereka rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan
membawa apa yang tidak dingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari
rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh." (QS.
Al-Ma'idah: 70)
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan
membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah
mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih!" (QS. Ali Imran: 21)
Kemudian datang masa Musa a.s. yang menemani Bani
Israel dalam alur sejarah yang panjang. Ia menemukan jiwa mereka dipenuh dengan
pengkhianatan dan ingkar janji. Ia berhasil membawa mereka keluar dari Mesir.
Ia membebaskan mereka dari kehinaan dan kelemahan, dengan kekuasaan Allah yang
membelah laut untuk mereka dan menenggelamkan Firaun dan tentaranya. Suatu
ketika mereka melewati sebuah kaum yang menye.mbah berhala, mereka berkata,
"Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa tuhan (berhala)" (QS. Al-A'raf: 138) Tidak lama setelah
kepergian Musa a.s. menemui Tuhannya, Samiri membuat patung anak sapi dari emas
untuk mereka sembah. Di tengah-tengah padang pasir, Tuhan mengeluarkan mata air
untuk mereka, menurunkan manna dan salwa sebagai makanan mereka. Namun mereka
malah meminta sayur mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah.
Dengan demikian, mereka telah menolak makanan yang baik. Kesabaran Musa a.s.
juga diuji dalam kisah sapi betina dan penyembelihannya. Mereka
bermalas-malasan untuk taat dan melaksanakan. "Kemudian mereka,
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.' (QS.
Al-Baqarah: 71) Ia juga diuji ketika pulang dari pertemuannya dengan Tuhan, dan
bersamanya lembaran-lembaran perintah Tuhan. Mereka menolak untuk taat dan
melaksanakan janji mereka terhadap Tuhan. Kemudian di depan gerbang Tanah Suci,
tanah yang dijanjikan, tanah yang karenanya mereka keluar dari tanah Mesir,
mereka menolak memasukinya. ll5)
Demikianlah Bani Israel memperdayai para nabi
mereka. Mendustakan dan menjadikan mereka musuh sepanjang masa. Hal itu
disebabkan ajaran para nabi bertolak belakang dengan kecenderungan dan
keinginan mereka. Mereka tidak mau memberikan kepatuhannya kepada para nabi
atau rasul. Dan tidak seorang nabipun yang selamat dari mereka . Bahkan Isa
al-Masih yang datang untuk meringankan beban dan memperbaiki arah perjalanan
mereka, juga tidak diterima dengan baik. Mereka merasa terganggu dengan
kehadiran Isa dan risalah kenabiannya. Maka mereka menyusun sebuah konspirasi
untuk membunuhnya. 116) Akan tetapi takdir Allah menentukan yang lain. Makar
mereka tidak berhasil. Allah menyelamatkan Isa dan mereka membunuh orang yang
mirip dengannya. Perhatikan firman Allah, "Orang-orang kafir itu membuat
tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik
pembalas tipu daya. (lngatlah), ketika Allah berfirman, 'Hai Isa, sesungguhnya
Aku akan menyampaikan engkau kepada akhir ajalmu dan mengangkat engkau
kepada-Ku serta membersihkan engkau dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan
orang-orang yang mengikuti engkau di atas orang-orang yang kafir hingga hari
Kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kalian kembali, lalu Aku memutuskan di
antara kalian tentang hal-hal yang selalu kalian perselisihkan." (QS. Ali
Imran: 5455) "Dan karena ucapan mereka, 'Sesungguhnya kami telah membunuh
al-Masih, Isa putra Maryam, utusan Allah.' Padahal mereka tidak membunuhnya dan
tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang
diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang
(pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti sangkaan belaka. Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh
itu adalah Isa." (QS. An-Nisa': 157)
Negara Islam pun, dari awal kehadirannya hingga
dewasa ini, juga tidak luput dari racun kedengkian dan makar mereka. Sejak
kedatangan Rasulullah ke Madinah, mereka telah menyusun bermacam-macam rencana
konspirasi dan makar terhadap kaum muslimin, yang terkadang memanfaatkan
orang-orang musyrik dan terkadang orang-orang munafik, untuk menghancurkan
entitas kaum muslimin. Seperti diketahui, ketika memasuki Madinah, Rasulullah
memperlakukan Bani Israel dengan baik, dan penuh rahmat. Ia menjamin agama,
jiwa dan harta mereka. Bahkan ia mengajak mereka untuk memeluk agama baru ini.
Akan tetapi mereka tetap orang Yahudi yang membalas kebaikan dengan kejahatan,
cinta dengan pengkhianatan, janji dengan pengingkaran. Dan Rasulullah membalas
perilaku mereka ini dengan memutuskan perjanjian mereka, memerangi mereka,
mengeluarkan mereka dari Madinah kemudian dari Jazirah Arab.
Orang-orang Yahudi tahu benar bahwa Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Nabi Allah yang benar dan bahwa agama ini
adalah risalah samawi yang benar untuk sekalian manusia. Mereka tahu bahwa Nabi
akhir zaman ini akan muncul di Arab. Dan yang mereka harapkan Nabi ini muncul
dari kalangan mereka. Akan tetapi ketika Sang Nabi muncul tidak sesuai dengan harapan,
mereka memusuhi dan menolak hidayah. Mereka lebih memilih kafir daripada iman.
Mereka lebih memilih menjadi pengikut setan daripada menjadi tentara kebenaran
. "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul)
dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah
dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah,: 109)
4. Tinggi Hati
Congkak, tinggi hati dan rasis adalah sifat
tercela yang dimiliki Bani Israel sepanjang sejarah mereka. Mereka menganggap
diri mereka sebagai manusia yang paling mulia yang berada di puncak. Terhadap
bangsa-bangsa lain, mereka memandang dengan penuh angkuh dan merendahkan.
Konsepsi ini diciptakan oleh Taurat - yang diselewengkan - dan ajaran
Talmudyang palsu.
Mereka yakin bahwa Allah mengistimewakan mereka
dari bangsa-bangsa lain, baik itu secara fisik, semangat dan akhir sejarah
mereka nanti. Mereka mengklaim bahwa mereka diciptakan dengan bentuk manusia,
karena memang mereka berhak mendapatkannya. Sedangkan bangsa-bangsa lain, meski
diciptakan dalam bentuk manusia, namun ditujukan sebagai pelayan bagi
orang-orang Yahudi. Dalam anggapan orang-orang Yahudi, mereka adalah hewan
dalam bentuk manusia. l17)
Seseorang mungkin'bertanya-tanya, mengapa Allah
memuliakan bangsa Yahudi di muka bumi ini, dengan firman-Nya kepada mereka,
"Hai Bani lsrail, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan
kepada kalian dan (ingat pula) bahwa Aku telah melebihkan kalian atas segala
umat." (QS. Al-Baqarah: 47)
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Afif Abdul
Fatah Thabbarah, pemuliaan Bani Israel oleh al-Quran ini maksudnya adalah:
Mereka bukan lebih mulia dibanding kaum mukminin, namun mereka lebih mulia
dibanding thagut yang ketika itu ada, yaitu Firaun dan para pengikutnya. Tuhan
memuliakan mereka, karena mereka teraniaya, sebagaimana yang dipaparkan
al-Quran, "Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang
tertindas di bumi (Mesir)." (QS. Al-Qashash: 5) "Dan telah
sempurnalah perkataan Tuhan-mu yang baik (sebagai janji) untuk Bani lsrail
disebabkan kesabaran mereka." (QS. Al-A'raf: 137). Pemuliaan al-Quran
terhadap mereka ini bukan karena ras mereka. Sebuah kaum akan dimuliakan Allah
karena perbuatan mereka. Karena itu, setelah menyebutkan pemuliaan, pada paruh
lain, ayat tersebut mengingatkan agar mereka tidak terpedaya dengan kemuliaan
yang diberikan kepada mereka ini. Karena setiap manusia akan diberi ganjaran
sesuai dengan perbuatannya. 118) Allah berfirman, "Dan jagalah diri kalian
dari (azab) hari (Kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela
orang lain sedikitpun. (Begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan darinya,
dan mereka tidak akan ditolong." (QS. Al-Baqarah: 48)
Dari sini, kita dapat memahami bahwa Bani Israel,
pada saat mereka diberi kemuliaan, merupakan bangsa yang paling baik moralnya
dan bangsa yang paling baik ibadahnya dibanding bangsa-bangsa lain yang
menganut paganisme, menyembah patung, bintang, pepohonan dan manusia. Dengan
demikian, kemuliaan tersebut tidak abadi. Kemuliaan tersebut akan tetap
diberikan sepanjang mereka konsiten dan itu tidak berlangsung lama. Karena
watak mereka yang rapuh, mudah menyimpang dan terperosok.
Seandainya benar Bani Israel lebih mulia
dibanding seluruh bangsa lainnya, sebagaimana yang mereka yakini, mengapa Allah
berfirman kepada mereka, dengan ungkapan yang sangat jelas, bahwa Allah akan
memberi mereka balasan yang baik atas amal-amal mereka, dan bahwa mereka, jika
berbuat dosa, tidak dapat ditolong oleh seorang pun, tidak dapat dibebaskan
dengan tebusan apapun yang dapat menggantikan segala perbuatan buruk mereka dan
menyelamatkan mereka dari siksa Allah? 119)
Dengan demikian, al-Quran menegaskan bahwa Allah
memilih mereka, di masa yang lampau, untuk mengemban risalah-Nya, sekaligus
memuliakan mereka dengan risalah tersebut atas sekalian manusia pada masa itu.
Mereka adalah orang-orang yang berserah diri, di saat bangsa-bangsa lain, pada
masa itu, adalah orang-orang yang kafir. Pemberian kemuliaan ini bukan karena
ras, darah ataupun warna kulit tertentu, melainkan karena tugas, yang sekaligus
menjadi ujian bagi mereka. Karena itulah pemberian kemuliaan ini diikuti dengan
kata-kata usaha dan ujian. 120) "Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka
dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa. Dan Kami telah memberikan kepada
mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat
nikmat yang nyata." (QS. Ad-Dukhan: 32-33) Yang dimaksud dengan al-bald
al-mubin adalah bencana, atau ujian dengan kemakmuran dan kesengsaran, karunia
dan bencana, agar Allah tahu apa yang akan mereka perbuat. 121)
Dengan demikian, pemuliaan sebuah bangsa atau
umat patokannya adalah ketakwaan dan keimanan kepada Allah, amar makruf nahi
munkar dan akidah tauhid yang konsisten. Tatkala Bani Israel meninggalkan
nilai-nilai dan ajaran-ajaran langit, mereka dinyatakan keluar dari wilayah
kemuliaan dan mendapat laknat. "Telah dilaknati orang-orang kafir dari
Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu,
disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka tidak saling
melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
selalu mereka perbuat itu." (QS. Al-Ma'idah: 78-79)
Berkenaan dengan tafsir makna pemuliaan ini,
sebagian ulama, berpendapat bahwa pemuliaan terhadap Bani Israel ini berwujud:
banyaknya nabi yang diutus berasal dari kalangan mereka. Namun penulis meragukan
pendapat ini. Karena banyaknya nabi yang diutus pada satu kaum adalah bukti
betapa kafirnya mereka dan betapa cepatnya mereka menyimpang dan mendustakan
ajaran-ajaran para nabi tersebut. Inilah yang dilakukan Bani Israel terhadap
nabi-nabi mereka.
Di dalam al-Quran, secara tegas, Allah juga
menepis klaim Bani Israel berkenaan dengan kemuliaan yang mereka miliki. Allah
berfirman, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan, 'Kami ini adalah
anak-anak Allah dan kekasih-kekasihNya.' Katakanlah, 'Mengapa Allah menyiksa
kalian karena dosa-dosa kalian?' (Kalian bukanlah anak-anak Allah dan
kekasih-kekasihNya), tetapi kalian adalah manusia (biasa) di antara orang-orang
yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni orang yang dikehendaki-Nya dan menyiksa
orang yang dikehendaki-Nya. Dan kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi
serta apa yang ada di antara keduanya. Dan kepada Allah lah (segala sesuatu)
kembali." (QS. Al-Ma'idah: 18) Ini adalah bukti jelas penolakan atas
kemuliaan yang mereka klaim. Al-Quran berkata kepada mereka secara langsung,
"Jika kalian, wahai orang-orang Yahudi, benar-benar lebih mulia daripada
manusia lainnya, seperti yang kalian klaim, mengapa kalian tidak luput dari
siksa yang Allah timpakan kepada kalian karena amal-amal buruk kalian?"
Firman Allah di dalam ayat tersebut, "Tetapi kalian adalah manusia (biasa)
di antara orang-orang yang diciptakanNya." (QS. Al.Ma'idah: 18) adalah
penolakan tegas atas gagasan ras unggul, bangsa pilihan Tuhan. Karena dosa-dosa
kalian, maka Tuhan menelantarkan kalian. Dan karena perbuatan buruk kalian,
maka kalian menjadi contoh jelek bagi manusia.
Di banyak tempat, al-Quran mengetengahkan
penolakan Allah atas klaim mereka sebagai bangsa yang agung dan berbeda dari
bangsa-bangsa lainnya. Di antaranya adalah firman Allah, "Katakanlah, 'Hai
orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kalian mendakwakan bahwa hanya
kalian kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah
kematian, jika kalian orang-orang yang benar'." (QS. Al-Jumu'ah: 6)
"Katakanlah, 'Jika kalian (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu
khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka harapkanlah
kematian (kalian), jika kalian memang benar'." (QS. Al-Baqarah: 94)
Dengan dua ayat di atas, Allah menelanjangi
mereka, menguak kebohongan-kebohongan yang mereka sembunyikan' di dalam relung
jiwa mereka. Ia berfirman, "Jika kalian benar-benar mencintai Allah dan
beriman kepada-Nya, maka berharaplah kematian, agar kalian cepat bertemu
dengan-Nya! Lakukanlah segera, kalau benar kalian adalah hamba Tuhan dan bahwa
surga di akhirat nanti khusus diperuntukkan buat kalian!"
Orang-orang Yahudi merasa diri mereka adalah
bangsa yang mulia. Mereka mengaku sebagai perpanjangan generasi para nabi dari
keturunan Ibrahim a.s. dan Ishak a.s. Akan tetapi al-Quran membantah klaim ini.
Al-Quran mensyaratkan bahwa suatu generasi dapat dianggap sebagai generasi
keturunan para nabi jika patuh terhadap ajaran-ajaran para nabi. Oleh karena
itu, Allah berfirman, "Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishak.
Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim
terhadap dirinya sendiri dengan nyata." (QS. Ash-Shaffat: 113) Di dalam
ayat lain, Allah juga berfirman, menegaskan bahwa keabsahan garis keturunan
suatu generasi dengan para nabi dilihat dari akidah dan ajaran yang mereka
ikuti. "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh dan Ibrahim dan Kami
jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Kitab. Di antara mereka ada yang
menerima petunjuk dan banyak di antara mereka yang fasik." (QS. Al-Hadid:
26) Bahkan umat Islam sendiri-yang merupakan umat terbaik di muka bumi
ini-tidak akan menjadi mulia kecuali disertai dengan syarat konsisten dalam
mengemban tugas dakwah tauhid dan amar makruf nahi munkar. "Kalian adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia; menyuruh kepada yang makruf
dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran:
110) Karena itu, umat Islam tidak akan mencapai derajat kemuliaan kecuali
dengan merealisasikan tanggung jawab risalahnya. Jika umat ini lalai dengan
tugasnya dalam dakwah dan ishlah (perbaikan), maka ia akan kehilangan
kemuliaannya. "Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar;
merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104) Karena itu,
ketika umat ini meninggalkan ajaranajaran Nabinya dan hukum-hukum Kitab
Sucinya, maka ia kehilangan jati dirinya, lepas dari kemurniannya, menjadi umat
yang terbelakang dan dipermainkan oleh umat-umat lain yang salah satunya adalah
umat Yahudi, umat terburuk di muka bumi ini.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengatakan kehidupan umat Islam sebagai berikut, "Akan datang suatu masa
di mana umat umat lain akan menghampiri kalian layaknya orang lapar menghampiri
hidangannya." Para sahabat bertanya, "Apakah itu terjadi karena
jumlah kami saat itu sedikit, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Tidak! Waktu itu kalian berjumlah banyak, akan tetapi kalian seperti buih
di atas air. Allah telah mencabut rasa takut di hati musuh-musuh kalian dan
membenamkan di dalam jiwa kalian kelemahan." Mereka bertanya, "Apa
penyebab kelemahan itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Cinta
dunia dan takut mati. " 122)
5. Berlebih dalam Mencintai Harta
Sepanjang sejarah Bani Israel, yang paling
menonjol dari mereka adalah semangat materialismenya. Mereka dikenal sebagai
bangsa yang sangat materialistis dibanding bangsa-bangsa lainnya. Sampai-sampai
mereka menganggap harta adalah tujuan utama dalam hidup: dengan harta kehidupan
dunia ini akan menjadi menyenangkan, dan sebaliknya, tanpa harta hidup akan
menjadi sakit. Mereka juga menganggap bahwa harta adalah unsur utama dalam
mewujudkan cita-cita sosial dan politik mereka. Bagi mereka, demi tercapainya tujuan,
cara apapun halal ditempuh, sekalipun hina dan kotor.
Karena itu, tidak mengherankan jika mereka sampai
menuhankan harta., mengkultuskan dinar dan dirham, menyembah emas dan perak.
Al-Quran telah merekam sifat buruk mereka ini, yakni di saat mereka membuat
anak sapi dari emas - yang mereka jadikan sesembahan bagi mereka - yang
didorong oleh kecintaan mereka yang sangat terhadap harta, di samping karena
akidah (perilaku) mereka yang menyimpang. "Dan kaum Musa, setelah
kepergian Musa ke gunung Thur, membuat anak lembu yang bertubuh dan bersuara
dari perhiasan (emas) mereka. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu
itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan
jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan) dan mereka adalah
orang-orang yang zalim." (QS. Al-A'raf: 148) Alangkah cepatnya mereka
berpaling dari ajaran-ajaran iman dan tauhid, hanya karena mereka ditinggal
Musa yang akan menemuia Tuhannya selama empat puluh hari. Mereka menye_ kutukan
Allah dan hampir saja menibunuh Harun.
Allah menceritakan bahwa mereka selalu menimbun
emas dan perak. "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
mendermakannya di jalan Allah. Beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih." (QS. At-Taubah: 34) (Perang Teluk ini untuk
sebongkah emas lho)
Al-Quran menjelaskan bahwa mereka selalu
memandang baik harta yang mereka dapatkan secara tidak halal, "Mereka itu
adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram."
(QS. Al-Ma'idah: 42) Juga dalam ayat lain, "Dan engkau akan melihat
kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan
dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan
itu." (QS. Al-Ma'idah: 62)
Karena kezaliman dan tindakan mereka yang
menghalang-halangi jalan Allah, memakan harta riba dan menguasai harta orang
lain dengan cara bathil, maka Allah menghukum mereka dengan cara mengharamkan
sebagian apa yang dihalalkan bagi mereka sebelumnya. "Maka disebabkan
kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang
baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereha telah dilarang dari padanya, dan karena mereka
memakan harta dengan jalan yang batil." (QS. An.Nisa': 160-161)
Kezaliman mereka ini berupa: pertama,
menghalang-halangi orang lain masuk ke dalam agama Allah. Kedua, melakukan
praktek riba, padahal telah dilarang. Ketiga, "dan karena mereka memakan
harta orang dengan jalan yang batil." (QS. An-Nisa': 161), seperti suap,
menipu, mengurangi timbangan dan monopoli. Teks al-Quran yang singkat di atas
menggambarkan betapa semangat materialistime yang eksploitatif memenuhi
relung-relung jiwa mereka. Demi materi, mereka menghalalkan riba. Dan kita
semua juga tahu, bahwa pembuat sistem ekonomi kontemporer, yang berdiri di atas
prinsip riba, adalah mereka, orang-orang Yahudi. 123)
Dengan harta dan kekayaan yang berlimpah, Bani
Israel menyombongkan dirinya. Mereka mengatakan sebuah kebohongan: bahwa Allah
miskin. Allah berfirman, "Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan
orang-orang yang mengatakan, 'Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya'."
(QS. Ali Imran: 181) Demikianlah al-Quran membongkar kebohongan-kebohonga
mereka, kesewenang-wenangan mereka, perbuatan mereka memakan harta haram dan
menghalang-halangi jalan Aliah. 124)
6. Keras Hati
Al-Quran mengibaratkan hati Bani Israel bagaikan
batu yang keras, bahkan lebih keras daripada batu gunung. Batu gunung terkadang
dapat menyemburatkan mata air dan sungai, yang dapat memberi minum hewan ternak
dan tumbuhan. Bahkan, di antara bebatuan tersebut ada yang begeser dan jatuh
karena takut Allah - disebabkan oleh gempa dan aktivitas vulkanik - sebagai
sebuah kepatuhan dan ketaatan terhadap perintah Allah. Allah berfirman,
mensifati hati orang-orang Yahudi, "Kemudian hati kalian menjadi keras
seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh
ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang
terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah
dari apa yang kalian kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 74) Kerasnya hati mereka
ini disebabkan oleh keterkungkungan mereka dalam lingkaran kekafiran dan
kedurhakaan, cinta harta dan kehidupan duniawi. Kerasnya hati dan keringnya
jiwa mereka dari rasa cinta kasih ini menyebabkan mereka tega membunuh para
nabi, orang-orang saleh dan juru dakwah mereka.
Thabbarah berpendapat:
"Yang dimaksud dengan hati di sini adalah
apa yang selama ini menjadi simbol dari hati itu sendiri, yakni intuisi dan
akal. Hati Bani Israel yang keras ini, telah kehilangan sensitifitasnya. Hukum,
anjuran dan pelajaran tidak lagi dapat meresap ke dalam hati mereka. Karena itu
mereka terjatuh dari semangat kemanusiaan yang luhur ke dalam jurang materi
yang rendah, bahkan lebih." 125)